fenomena iklan politik merupakan sebuah keniscayaan bagi publik

Penulis : Moh Nurul Ihwan, Prodi Ilmu Komunikasi UII 2007

Langkah sejumlah tokoh politik yang mempromosikan dirinya di berbagai media hanya sebagai kebohongan atas visi dan misinya. Sebab, dengan iklan politik, masyarakat diajak untuk memilih aktor politik yang paling populer, langkah ini dilakukan untuk mendongkrak popularitasnya di hadapan publik, terutama dalam pecitraan yang merupakan rekayasa dari bentuk media untuk mendapatkan simpati publik. Fenomena maraknya iklan-iklan politik di media tidak akan pernah tenggelam di karenakan fungsinya sebagai alat sosialisasi yang cukup efektif guna pembentukan opini publik terhadap janji-janji para politisi.
Saat ini partai politik harus melakukan pemasaran politik yang merupakan analog dari pemasaran komersial dengan menggunakan saluran dari komunikasi massa, di lingkungan dimana warga negara layaknya konsumen yang memilih “brand” yang sangat banyak. Brand ini adalah partai politik (McNair,1999:7).
Dalam fungsinya, media berperan untuk menyampaikan informasi terutama dalam mensosialisasikan iklan politik yang bertujuan untuk mendapatkan citra dan simpati di mata publik sehingga acap kali para elit politik menjanjikan misi dan visi sebagai jurus jitunya, iklan politik yang ditayangkan di buat sebagai alat mempengaruhi dukungan publik yang semata-mata untuk memposisikan dirinya sebagai tokoh pembawa perubahan terkait dengan isu-isu seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan pertanian, yang selama ini berdampak pada kelemahan politik, memang pada kenyataanya iklan politik di sejumlah media tidak dapat memberikan informasi yang lebih detail tentang latar belakang dari para kandidat yang terkait.
Dengan menggunakan pendekatan teori uses and gratifications, Diamond dan Bates menyatakan tesis mereka bahwa “the effects of political advertising are heavily conditioned by the existing political attitudes of audience” (McNair,1999:36).
Media nerupakan sebagai wadah penyimpan infomasi untuk menyampikan pesan-pesan yang bersifat edukasi maupun komersial dalam merubah citra, baik dari segi positif atau negatif, terutama dalam iklan politik menjelang pemilu 2009, sehingga iklan politik di artikan sebagai iklan komersial dikarenakan sepak terjangnya bagian dari fenomena bisnis modern yang mempunyai nilai jual dan pentingnya peran iklan politik di dalam “bisnis parpol”, dalam programnya, para elit politik mempromosikan di berbagai media, meskipun tidak sedikit dana yang di keluarkan untuk membuat image yang lebih baik dan menawarkna janji surga, gagasan, dan solusi di tengan ketikdak stabilan bangsa.
Karena iklan tersebut lebih mengedepankan harapan bagi publik dari pada mengekspose latar belakang sang kandidat calon presiden tersebut, dalam kemasannya, iklan politik di berbagai media massa dan elektronik menampilkan tokoh elit politik yang selalu dicitrakan sebagai malaikat yang membawa kedamaian dan kebijkasanaan dalam bentuk keterpurukan bangsa yang selama ini terbelenggu.
Media memang memiliki kemampuan reproduksi citra yang dahsyat. Dalam reproduksi citra tersebut, beberapa aspek bisa dilebihkan dan dikurangi dari realitas aslinya. Kemampuan mendramatisir ini pada gilirannya merupakan amunisi yang baik bagi para politisi, terutama menjelang pemilu.
Terkait dengan iklan politik di media, sejumlah parpol yang berperan dalam menyampaikan informasi tentang peubahan, terutama dalam bidang ekonomi, tidak lagi mendapatkan citra dan kesan dari publik, karena fakta krisis ekonomi dan kegagalan begitu transparan di depan mata untuk di saksikan.
Tetapi “kebusukan” atas janji para elit politik tidak bisa di sembunyikan dalam sifat demokrasinya. Karena iklan politik yang diputar hampir seragam yakni menawarkan perubahan dan kemajuan ekonomi menjadi lebih baik serta berpihak pada rakyat, akan tetapi, janji tersebut ternyata sifatnya normative yang memanipulasi publik, dimana fungsi partai politik seperti memberikan pendidikan politik di tengah masyarakat tidak berjalan lagi bahkan hasilnya nol atau bisa dikatakan, seringnya masyarakat bentrok antar golongan juga di sebabkan oleh partai politik, karena ketidak stabilan dalam berpolitik terutama faktor-faktor yang saling menjatuhkan kandidat partai lain.
Dengan segala selogannya yang meyakinkan “berjuang untuk rakyat”, “hidup adalah perbuatan”, “membangun masyarakat aman, damai, adil, demokratis”, “bangkit bersama membangun negri”, “satukan umat, makmurkan bangsa”, dan lainnya. Ini hanyalah sebuah simbol untuk menarik pubilk atas pesan yang di sampaikan, pesan-pesan yang disampaikan pada umumnya cukup memanjakan publik dan hanya merekalah yang dapat memberikan segalanya untuk rakyat, dan dapat merubah segala ketentuan yang berlaku, tetapi parpol yang memberikan harapan bagi masyarakat terkait dengan hukum yang berlaku atas semua janji-janji manisnya dalam berkampanye.
Sungguh ironis di tengah kondisi kesulitan ekonomi dalam menghadapi tantangan yang dialami oleh sebagian masyarakat Indonesia. Di satu sisi ada pihak yang mengatasnamakan pembela rakyat miskin, sedangkan apa yang di ucapjkannya hanyalah untuk mencari popularitas dalam mengemban visi dan misinya karena pada intinya sebuah parpol adalaah “produk” mereka diiklankan karena untuk dijual pada masyarakat dan masyarakat menjadi konsumen produk tersebut.







Comments :

0 komentar to “fenomena iklan politik merupakan sebuah keniscayaan bagi publik”